Bahasa di Media Sosial, Antara Ekspresi dan Etika

 


Media sosial telah menjadi ruang publik baru tempat jutaan orang berinteraksi setiap hari. Di dalamnya, bahasa bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga cerminan identitas, emosi, dan nilai-nilai yang dianut oleh penggunanya. Namun, kebebasan berekspresi di media sosial sering kali berbenturan dengan etika berbahasa yang seharusnya dijaga.

Bahasa yang Ringan tapi Tajam

Salah satu ciri khas bahasa di media sosial adalah gaya yang santai, ringkas, dan penuh ekspresi. Emoji, singkatan, dan istilah gaul menjadi bagian dari percakapan sehari-hari. Di satu sisi, ini membuat komunikasi terasa lebih dekat dan personal. Namun di sisi lain, gaya bahasa yang terlalu bebas bisa menimbulkan kesalahpahaman, bahkan konflik. Misalnya, penggunaan sarkasme atau sindiran yang tidak disertai konteks bisa dianggap sebagai penghinaan.

Etika Berbahasa yang Mulai Terabaikan

Fenomena ujaran kebencian, hoaks, dan perundungan daring menunjukkan bahwa etika berbahasa di media sosial sering kali diabaikan. Padahal, menurut Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), pengguna media sosial bertanggung jawab atas konten yang mereka unggah. Bahasa yang kasar, provokatif, atau menyinggung SARA bisa berujung pada konsekuensi hukum.

Literasi Bahasa Digital, Solusi yang Mendesak

Untuk mengatasi masalah ini, literasi bahasa digital perlu ditingkatkan. Literasi ini mencakup kemampuan memahami konteks, memilih kata yang tepat, dan menyadari dampak dari setiap unggahan. Menurut penelitian dalam jurnal Digital Communication & Society, pengguna media sosial yang memiliki literasi bahasa tinggi cenderung lebih bijak dalam berkomunikasi dan mampu meredam konflik daring.

Bahasa sebagai Cermin Budaya dan Pendidikan

Bahasa yang digunakan di media sosial juga mencerminkan latar belakang budaya dan tingkat pendidikan seseorang. Semakin tinggi kesadaran berbahasa, semakin besar peluang untuk membangun komunikasi yang sehat dan produktif. Oleh karena itu, penting bagi pengguna media sosial untuk tidak hanya mengekspresikan diri, tetapi juga menjaga etika dan menghormati orang lain.

Penutup

Media sosial adalah ruang yang bebas, tapi bukan tanpa batas. Bahasa yang digunakan di dalamnya harus tetap memperhatikan etika, empati, dan tanggung jawab. Dengan meningkatkan literasi bahasa digital, kita bisa menciptakan ruang komunikasi yang lebih sehat, inklusif, dan bermartabat.

Referensi:

  1. UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)

  2. Jurnal Digital Communication & Society, Vol. 5, No. 2, 2023

Comments

Popular posts from this blog

INDONESIA SALUTATION & CULTURE

SALARY EXPATS GUIDE IN INDONESIA FOR EUROPE

VISAS AND WORK PERMITS IN INDONESIA